Simak Strategi Penting Pemenuhan Pangan Nasional, Ini Langkahnya

Simak Strategi Penting Pemenuhan Pangan Nasional, Ini Langkahnya

Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, menegaskan, diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal menjadi salah satu pilar utama dalam pemenuhan pangan nasional.-Makansedap.id-Nonnie Rering

JAKARTA, Makansedap.idKepala Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA), Arief Prasetyo Adi, menegaskan, diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal menjadi salah satu pilar utama dalam pemenuhan pangan nasional selain intensifikasi dan juga ekstensifikasi.

Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam membangun ketahanan pangan yang berkelanjutan, berbasis pada potensi pangan daerah dan kearifan lokal.

Pemanfaatan ragam pangan lokal, kata Arief Prasetyo Adi, harus menjadi prioritas bersama. Sebab, Indonesia memiliki kekayaan hayati berupa 77 jenis pangan sumber karbohidrat yang tersebar di berbagai wilayah. Namun, belum semua dimanfaatkan secara optimal.

"Jadi dalam pemenuhan pangan, salah satu strategi untuk mencapainya meliputi optimalisasi lahan, ekstensifikasi lahan, dan yang satunya lagi adalah diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan ini juga sudah ada perpresnya. Perpres 81 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Potensi Sumber Daya Lokal. Dalam perpres ini disampaikan kalau kita bisa memanfaatkan produksi dalam negeri ini, tentunya dari setiap wilayah, seluruh komponen bangsa ada di situ,” ujar Arief Prasetyo Adi dalam keterangan resmi yang dibaca Makansedap.id, Senin, 21 April 2025.

BACA JUGA:Menikmati Beef Vol Anu Vent di Royal Dinner Mangkunegaran Solo

Lebih lanjut, Arief Prasetyo Adi menekankan pentingnya mengangkat kembali kearifan pangan lokal yang diwariskan oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Tidak hanya soal keberagaman karbohidrat, tetapi juga bagaimana masyarakat lokal mengombinasikan sumber pangan dengan protein dari alam sekitar.

"Kita bicara satu isi piring, kalau 1/3 karbohidrat, tidak harus nasi. Bisa digantikan oleh singkong, kentang, sorgum, sagu, atau jagung. Di banyak daerah, orang masih sarapan singkong, ubi jalar, atau ubi rambat. Itu semua karbohidrat. Bahkan, kalau kita sering ke daerah, sarapan petani itu biasanya singkong rebus, jagung, kacang rebus, sumber karbohidrat dan protein. Ada juga ikan air tawar dari kolam kecil di pekarangan. Ini contoh kearifan pangan lokal yang luar biasa,” kata Arief Prasetyo Adi.

Mengenai hal ini, Arief Prasetyo Adi menyoroti perlunya peningkatan kualitas konsumsi pangan lokal yang saat ini sebagian besar belum dioptimalkan secara baik. Misalnya, untuk konsumsi singkong yang saat ini hanya 9,5 kg per kapita per tahun, ubi jalar 3 kg per kapita. Sedangkan, konsumsi beras mencapai 84 kg per kapita per tahun. 

Hal ini menunjukkan dominasi konsumsi nasi yang perlu segera diimbangi dengan edukasi serta penyediaan alternatif pangan berbasis sumber daya lokal.

BACA JUGA:Tips Mengurangi Paparan Mikroplastik dalam Makanan dan Minuman

"Coba kita lihat, di Papua itu sagu, di Sulawesi Selatan ada beras jagung, dan masyarakat Wonosobo bahkan mengonsumsi belut sebagai sumber protein. Semua ini potensi luar biasa yang perlu kita angkat kembali. Ikan dan belut itu sumber protein tinggi, bahkan bisa menunjang kecerdasan. Orang yang terbiasa makan ikan itu biasanya memang pintar-pintar,” jelas Arief Prasetyo Adi.

Dalam kesempatan berbeda, Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan NFA, Andriko Noto Susanto menekankan, pentingnya upaya bersama dalam mengurangi ketergantungan terhadap beras sebagai sumber pangan utama.

"Kita perlu mendorong peningkatan konsumsi pangan lokal. Saat ini, konsumsi pangan lokal seperti singkong dan ubi jalar masih sangat rendah dibandingkan beras. Padahal diversifikasi pangan ini adalah solusi untuk mewujudkan sistem pangan nasional yang lebih beragam, sehat, dan berkelanjutan,” tegas dia.

"Kita mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menghidupkan kembali semangat konsumsi pangan lokal sebagai bentuk nyata dari kedaulatan pangan berbasis kearifan lokal," tutup Andriko Noto Susanto.