JAKARTA, Makansedap.id - Sekelompok penilai kopi profesional dari berbagai negara duduk mengelilingi meja kayu panjang di sebuah ruang cupping di Amsterdam pada awal 2023.
Di hadapan mereka, tersaji sederet gelas kecil berisi kopi yang belum diberi label. Salah satu di antaranya mencuri perhatian sejak seruputan pertama.
“Ini pasti dari Kolombia atau Ethiopia,” kata seorang Q grader asal Prancis. Ia menggambarkan rasa kopi tersebut sebagai “lembut, berlapis, dengan keasaman jeruk dan aftertaste cokelat gelap.” Semua sepakat: kopi ini berasal dari wilayah penghasil kopi terbaik dunia.
Tebakan mereka ternyata meleset. Kopi tersebut berasal dari Lintong Nihuta, Sumatera Utara, Indonesia. Biji kopi ini dikirim oleh sebuah koperasi kecil beranggotakan 76 petani yang tinggal di sekitar Danau Toba. Dengan metode pasca panen tradisional dan perhatian tinggi pada proses budidaya, mereka menghasilkan kopi yang kini mencuri perhatian dunia.
BACA JUGA:UKM Pangan Award Dorong Daya Saing Pangan Lokal, Ini Penjelasannya
Cita Rasa Unik
Cita rasa kopi Sumatera Utara, khususnya dari wilayah Lintong dan Simalungun, berbeda dari stereotip kopi Indonesia yang biasanya dikenal berat dan earthy. Justru, kopi dari sini menawarkan profil rasa yang lebih bersih, kompleks, dan terang.
Catatan rasa yang sering muncul meliputi keasaman jeruk mandarin, aroma bunga kering dan herbal.
After taste cokelat hitam dengan sedikit rempah. Profil rasa ini sangat mirip dengan kopi asal Afrika Timur. Tak heran jika banyak buyer asing keliru menebak asalnya.
Keunggulan rasa kopi dari Sumatera Utara tidak datang begitu saja. Ada kombinasi unik dari kondisi alam dan teknik pengolahan yang sudah diwariskan turun-temurun.
BACA JUGA:Waralaba Kopi Indonesia Bukukan Potensi Transaksi Rp 9,6 Miliar di TEI
Pertama, tanah vulkanik dan iklim dataran tinggi. Kebun kopi di Lintong berada di ketinggian antara 1.200 hingga 1.400 meter di atas permukaan laut. Tanahnya subur karena aktivitas vulkanik dari masa lalu. Kombinasi ini memperlambat proses pematangan buah kopi, sehingga rasa lebih kompleks.
Kedua, metode giling basah (Wet Hulling). Proses pasca panen khas Indonesia, yaitu giling basah, memberi karakter rasa khas: body yang penuh namun tetap bersih. Bila dilakukan dengan benar, hasilnya bisa sangat menarik, seperti yang terjadi di Lintong.
Ketiga, panen selektif dan fermentasi alami. Petani setempat memetik ceri kopi hanya saat benar-benar matang. Proses fermentasi dilakukan secara alami, tanpa campur tangan bahan kimia, menciptakan rasa yang lebih jujur pada karakter tanahnya.
Dari Lahan Kecil ke Pasar Dunia